Penduduk
masyarakat dan kebudayaan adalah konsep-konsep yang pertautannya satu sama lain
sangat berdekatan. Bermukimnya penduduk dalam suatu wilayah tertentu dalam
waktu yang tertentu pula, memungkinkan untuk terbentuknya masyarakat di wilayah
tersebut. Ini berarti masyarakat akan terbentuk bila ada penduduknya sehinggat
idak mungkin akan ada masyarakat tanpa penduduk, masyarakat terbentuk karena
penduduk. Sudah barang tentu penduduk disini yang dimaksud adalah kelompok
manusia, bukan penduduk/populai dalam pengertian umum yang mengandung arti
kelompok organisme yang sejenis yang hidup dan berkembang biak pada suatu
daerah tertentu.
Demikian
pula hubungan antara masyarakat dan kebudayaan, ini merupakan dwi tunggal,
hubungan dua yang satu dalam arti bahwa kebudayaan merukan hasil dari suatu
masyarakat, kebudayaan hanya akan bisa lahir, tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat. Tetapi juga sebaliknya tidak ada suatu masyarakat yang tidak
didukung oleh kebudayaan. Hubungan antara masyarakat dan kebudayaan inipun
merupakan juga hubungan yang saling menentukan Penduduk, dalam pengertian luas
diartikan sebagai kelompok organism sejenis yang berkembang biak dalam suatu
daerah tetentu. Penduduk dalam arti luas itu sering diistilahkan popuasi dan
disini dapat meliputi populais hewan, tumbuhan dan juga manusia. Dalam kesempatan
ini penduduk digunakan dalam pengertian orang-orang yang mendiami wilayah
tertentu, menetap dalam suatu wilayah, tumbuh dan berkembang dalam wilayah tertentu
pula.
Adapun
masyarakat adalah suatu kesatuan kehidupan sosial manusia yang menempati
wilayah tertentu, yang keteraturannya dalam kehidupan sosialnya telah
dimungkinkan karena memiliki pranata sosial yang telah menjadi tradisi dan
mengatur kehidupannya. Tekanannya disini terletak pada adanya pranata sosia,
tanpa pranata sosial kehidupan bersama didalam masyarakat tidak mungkin
dilakukan secara teratur. Pranata sosial disini dimaksudkan sebagai perangkat
peraturan yang mengatur peranan serta hubungan antar anggota masyarakat, baik
secara perseorangan maupun secara kelompok.
DINAMIKA
PENDUDUK
Dinamika
penduduk menunjukkan adanya factor perubahan dalam hal jumlah penduduk yang
disebabkan oleh adanya pertumbuhan penduduk. Penduduk bertambah tidak lain karena
adanya unsurr lahir, mati, datang dan pergi dari penduduk itu sendiri. Karena
keempat unsur tersebut maka pertambahan penduduk dapat dihutung dengan cara :
pertambahan penduduk = ( lahir – mati) + ( datang – pergi ). Pertambahan
penduduk alami karena diperoleh dari selisih kelahiran dan kematian . Unsur
penentu dalam pertambahan penduduk adalah tingkat fertilitas dan mortalitas. Fertilitas
adalah tingkat pertambahan anak yang dihitung dari jumlah kelahiran setiap
seribu penduduk dalam satu tahun. Tingkat kelahiran yang dihitung dari
kelahiran perseribu penduduk dalam satu tahun merupakan kelahiran secara kasar,
sering disebut Crude birth Rate (CBR). Disamping CBR ini dapat juga kita
mencari tingkat kelahiran dari wanita umur tertentu yang disebut Age Specifica
Fertility Rare (ASFR), yaitu diperhitungkan dari jumlah kelahiran dari tiap
seribu wanita dalam usia produktif (tertentu) dalam satu tahun. Faktor kedua
mempengaruhi pertumbuhan penduduk ialah mortalitas atau tingkat kematian secara
kasar disebut Crude Date Rate (CDR), yaitu jumlah kematian pertahun perseribu
penduduk.
KOMPOSISI
PENDUDUK
Sensus
penduduk yang diadakan 10 tahun sekali oleh pemerintah kita, bukan hanya
menghitung jumlah penduduk saja tetapi juga mendata tentang umur penduduk,
jenis kelamin penduduk, tingkat pendidikan penduduk, jenis mata pencaharian dan
sebaginya. Kesemuanya ini menunjukkan susunan penduduk atau komposisi penduduk
dinegara kita pada tahun tersebut.
Komposisi
penduduk suatu Negara dapat dibagi menurut komposisi tertentu, misalnya
komposisi penduduk menurut umur, menurut tingkat pendidikan, menurut pekerjaan
dan sebagainya.
Dengan
mengetahui komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin, dapta
disusun/dibuat apa yang disebut piramida penduduk, yaitu grafik susunan
penduduk menurut umur dan jenis kelamin pada saat tertentu dalam bentuk
pyramid. Golongan laki-laki ada diseblah kiri dan perempuan disebelah kanan.
Garis aksisnya (vertical) menunjukkan interval umur dan gari horisontalnya
menunjukna jumlah atau prosentasi..
Berdasarkan
komposisinya piramida penduduk dibedakan atas :
1.
Penduduk
muda yaitu penduduk dalam pertumbuhan, alasannya lebih besar dan ujungnya
runcing, jumlah kelahiran lebih besar dari jumlah kematian
2.
Bentuk
piramida stasioner, disini keadaan penduduk usia muda, usia dewasa dan lanjut
usia seimbang, pyramid penduduk stasioner ini merupakan idealnya keadaan
penduduk suatu Negara
3.
Piramida
penduduk tua, yaitu piramida pendduk yang menggambarkan penduduk dalam
kemunduran, pyramid ini menunjukkan bahwa penduduk usia muda jumlanya lebih
kecil dibandingkan dengan penduduk dewasa, hal ini menjadi masalah karena jika
ini berjalan terus menerus memungkinkan penduduk akan menjadi musnah karena
kehabisan. Disini angka kelahiran lebih kecil dibandingkan angka kematian.
PERSEBARAN
PENDUDUK
Kecenderungan
manusia untuk memilih daerah yang subur untuk tempat tinggalnya, terjadi sejak
pola hidup masih sangat sederhana. Itulah maka sejak masa purba daerah sangat
subur selalu menjadi perebutan mansuia, sehingga tidak salah lagi bahwa daerah
yang subur ini kemungkinan besar terjadi kepadatan penduduk. Sudah barang tentu
hal semacam ini terjadi didaerah/Negara yang pola hidup penduduknya masih
bertani.
PERKEMBANGAN DAN
PERUBAHAN KEBUDAYAAN
Kebudayaan
selalu dimiliki oleh setiap masyarakat, hanya saja ada suatu masyarakat yang
lebih baik perkembangan kebudayaannya dari pada masyarakat lainnya untuk
memenuhi segala kebutuhan masyarakatnya. Pengertian kebudayaan banyak sekali
dikemukakan oleh para ahli. Salah satunya dikemukakan oleh Selo Soemardjan dan
Soelaiman Soemardi, yang merumuskan bahwa kebudayaan adalah semua hasil dari
karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan
kebudayaan kebendaan, yang diperlukan manusia untuk menguasa alam sekitarnya,
agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk kepntingan masyarakat. Rasa
yang meliputi jiwa manusia mewujudkan sega norma dan nilai masyarakat yang
perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasarakatan alam arti luas., didalamnya
termasuk, agama, ideology, kebatinan, kenesenian dan semua unusr yang merupakan
hasil ekspresi dari jiwa manusia. Yang hidup sebagai anggota masyarakat.
Selanjtunya cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan piker dari orang yang
hidup bermasyarakat dan yang antara lain menghasilkan filsafat serta ilmu
pengetahuan. Rasa dan cipta dinamakan kebudayaan rohaniah. Semua karya, rasa
dan cipta dikuasai oleh karsa dari orang-orang yang menentukan kegunaannya,
agar sesuai dengan kepentingan sebagian besar, bahkan seluruh masyarakat.
Dari
pengetian tersebut menunjukkan bahwa kebudayaan itu merupakan keseluruhan ari
pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial, yang digunakan untuk
menginterpretasikan dan memahami lingkungan yang dihadapi, untuk memenuhi
segala kebutuhannya serta mendorong terwujudnya kelakuan manusia itu
sendiri.Atas dadar itulah para ahli mengemukakan adanya unsure kebudayaan yang
umumnya diperinci menjadi 7 unsur yaitu :
1. unsur religi
2. sistem
kemasyarakatan
3. sistem
peralatan
4. sistem mata
pencaharian hidup
5. sistem bahasa
6. sistem
pengetahuan
7. seni
Bertitik tilah
dari sistem inilah maka kebudayaan paling sedikit memiliki 3 wujud antara lain
:
1.
wujud
sebagai suatu kompleks dari ide, gagasan, norma, peraturan dan sejenisnya. Ini
merupakan wujud ideal kebudayaan. Sifatnya abstrak, lokasinya aa dalam pikiran
masyarakat dimana kebudayaan itu hidup
2.
kebudayaan
sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat
3.
kebudayaan
sebagai benda hasil karya manusia Perubahan kebudayaan pada dasarnya tidak lain
dari para perubahan manusia yang hidup dalam masyarakat yang menjadi wadah
kebudayaan itu. Perubahan itu terjadi karena manusia mengadakan hubungan dengan
manusia lainnya, atau karena hubungan antara kelompok manusia dalam masyarakat.
Tidak ada kebudayaan yanga statis, setiap perubahan kebudayaan mempunyai
dinamika, mengalami perubahan; perubahan itu akibat dari perubahan masyarakat
yang menjadi wadah kebudayaan tersebut
KEBUDAYAAN BARAT
Unsur
kebudayaan yang juga memberi warna terhadap corak lain dari kebudayaan dan
kepribadian bangsa indonesia adalah kebudayaan Barat. Awal kebudayaan barat
masuk ke negara tercinta ini ketika kaum kolonialisme/penjajah manggedor masuk
ke Indonesia, terutama bangsa Belanda. Mulai dari penguasaan dan kekuasaan
perusahaan dagang Belanda (VOC) dan berlanjut dengan pemerintahhan kolonialisme
Belanda, tanah air Indonesia telah dijajah selama 350 tahun. DI pusat kekuasaan
pemerintah Belanda, di kota-kota propintsi, kabupaten muncul bangunan-bangunan
dengan gaya arsitektur Barat. Dalam kurun waktu itu juga, di ktoa-kota pusat pemerintahan
terutama di jawa, Sulawesi Utara, dan Maluku berkembang dua lapisan sosial.
Lapisan sosial pertama,t erdiri dari kaum buruh dari berbagai lapangan
pekerjaan. Lapisan kedua, adalah kaum pegawai. Dalam lapisan social kedua
inilah pendidikan Barat di sekolah-sekolah dan kemampuan/kemahiran bahasa
Belanda menjadi syarat utama untuk mencapai kenaikan kelas sosial. Akhirnya
masih harus disebut pengaruh kebudayaan Eropa yang masuk juga kedalam
kebudayaan Indonesia, ialah agama Katolik dan agama Kristen protestan.
Agama-agama tersebut biasanya disiarkan dengan sengaja oleh organisasi-organisasi
penyiaran agama( missie untuk agama Katolik dan Zending untuk agama kristen)
yang semuanya bersifat swasta. Penyiaran dilakukan terutama di daerah-daerah
dengan penduduk yang belum pernah mengalami pengaruh agama hindu, budha, atau
islam. daerah-daerah itu misalnya Irian jawa, maluku tengah dan selatan,
sulawesi utara dan tengah, nusa tenggara timur dan pedalam kalimantan.
Contoh
kasus 2 kerusuhan Poso
AKHIR Oktober lalu, kaum
terpelajar asal Poso dan Morowali yang berdiam di Sulawesi Tengah dan Jawa,
khususnya yang menjadi anggota Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST),
dikejutkan oleh surat pimpinan gereja mereka ke Komisi I DPR-RI. Melalui surat
bernomor MS GKST No. 79/X/2003, tertanggal 28 Oktober 2003, Pjs.
MS GKST, pimpinan gereja terbesar di Sulawesi Tengah itu mengusulkan
penetapan darurat sipil di wilayah Kabupaten Poso dan Kabupaten
Morowali. Surat itu ditandatangani oleh Ketua I Majelis Sinode GKST, Pendeta
Arnold R. Tobondo dan Sekretaris I Majelis Sinode, Lies
Sigilipu-Saino.
Hasil evaluasi akhir tahun yang
dilakukan Yayasan Tanah Merdeka (YTM) sebuah LSM ternama di Sulwesi Tengah
mengungkapkan jumlah korban tewas dan cedera akibat rentetan aksi kekerasan di
daerah bekas konflik Poso sepanjang tahun 2005 meningkat tajam dibanding dua
tahun sebelumnya. Sumber : Harian sore Mercusuar Palu
Dari sedikitnya 27 kasus tindak
kekerasan yang terjadi sepanjang 2005 yaitu berupa penembakan 10 kasus,
pembunuhan 4 kasus dan pengeboman 12 kasus, mengakibatkan korban meninggal
dunia mencapai 31 orang dan luka-luka sebanyak 108 orang.
Arianto Sangaji, direktur YTM,
kepada wartawan, Rabu (28/12) kemarin, mengatakan korban manusia terbanyak
terjadi ketika dua bom berkekuatan dashyat mengguncang Tentena (kota kecil di
tepian Danau Poso) pada 28 Mei 2005 yang mengakibatkan 23 orang tewas dan 97
lainnya cedera.
Disusul pembunuhan dengan cara mutilasi di kota Poso 29 Oktober lalu yang menewaskan tiga siswi SMA setempat dan mencederai seorang lainnya. Ia menjelaskan, jumlah kasus tindakan kekerasan di wilayah Poso tahun 2005 itu beserta akibat yang ditimbulkannya jauh meningkat dibanding keadaan dua tahun sebelumnya.
Disusul pembunuhan dengan cara mutilasi di kota Poso 29 Oktober lalu yang menewaskan tiga siswi SMA setempat dan mencederai seorang lainnya. Ia menjelaskan, jumlah kasus tindakan kekerasan di wilayah Poso tahun 2005 itu beserta akibat yang ditimbulkannya jauh meningkat dibanding keadaan dua tahun sebelumnya.
Pada tahun 2003 misalnya, total
tindakan kekerasan yang terjadi di sana hanya 23 kasus dengan mengakibatkan 11
orang tewas dan 16 luka-luka, serta tahun 2004 sebanyak 22 kasus dengan 16
orang meninggal dunia dan 20 cedera.
AKAR
PERMASALAHAN:
(a).
Faktor-faktor lokal:
1.
Marjinalisasi terbalik:
Proses marjinalisasi terbalik
antara penduduk kota Poso dan penduduk pedalaman Kabupaten Poso,
yang memperlebar jurang sosial antara penduduk asli dan pendatang.
Maksud saya, di pedalaman Poso tiga suku penduduk asli yang
mayoritas beragama Kristen – yakni Lore, Pamona, dan Mori –
mengalami marjinalisasi di bidang ekonomi, politik, dan budaya,
sehingga dibandingkan dengan para pendatang, mereka ini merasa tidak lagi
menjadi tuan di tanahnya sendiri. Tapi sebaliknya, di kota Poso – di lokasi di
mana kerusuhan meletus dan perusakan paling parah terjadi – adalah
para turunan pendatang dari Gorontalolah yang paling mengalami
marjinalisasi dibandingkan dengan penduduk asli yang bermukim di kota Poso, sebelum
kerusuhan 1998-2000.
2.
Marjinalisasi penduduk asli beragama Kristen di pedalaman Kabupaten Poso:
Mari saya jelaskan dulu proses
marjinalisasi yang dialami oleh ketiga suku penduduk asli yang
beragama Kristen di pedalaman Kabupaten Poso. Pertama-tama, marjinalisasi
ekonomi mereka alami, sebagian juga karena strategi penginjilan oleh
para misionaris Belanda, yang kemudian diteruskan oleh GKST, yang
tidak menumbuhkankelas menengah yang mampu berwiraswasta dan bersaing dengan para
pendatang. Strategi pendidikan Zending dan kemudian GKST lebih mengfasilitasi
transformasi profesi dari petani ke pegawai (ambtenaar), baik
pegawai pemerintah maupun pegawai gereja. Ini sangat berbeda dengan strategi
penginjilan di Tana Toraja dan Minahasa, di mana sudah muncul banyak pengusaha
tangguh berkaliber nasional.
3.Marjinalisasi
dan radikalisasi migran Muslim di kota Poso:
Sebelum menggambarkan proses
marjinalisasi dan sekaligus radikalisasi masyarakat migran Muslim di kota Poso,
kita perlu lebih dulu mengenal keragaman etnik penduduk kota Poso,
serta pelapisan sosial yang ada sebelum kerusuhan 1998. Keragaman etnik
penduduk kota Poso, merupakan suatu keadaan yang sejak
awal ditolerir oleh Raja Talasa Tua (Nduwa Talasa ), penguasa adat
terakhir kota Poso. Kata sang raja dalam maklumatnya yang dibacakan
di kantor raja Poso di kota Poso, tanggal 11 Mei 1947, jam 10 pagi:
Laut/Teluk
Tomini tidak ada pagarnya
Laut/Teluk
Tomini tidak ada pagarnya
Hai
kamu orang Arab
Hai
kamu orang Tionghoa
Hai
kamu orang Jawa
Hai
kamu orang Manado
Hai
kamu orang Gorontalo
Hai
kamu orang Parigi
Hai
kamu orang Kaili
Hai
kamu orang Tojo
Hai
kamu orang Ampana
Hai
kamu orang Bungku
Hai
kamu orang Bugis – orang Wotu
Hai
kamu orang Makassar
Jika
kamu tidak menaati perintahku kamu boleh pulang baik-baik ke kampung
halamanmu
karena Tana Poso tidak boleh dikotori dengan darah
(Damanik
2003: 41).
Sementara itu, dari sudut
sosial-ekonomi, masyarakat kota Poso dapat dibagi dalam tiga kelas, yakni (a)
kelas bawah lama; (b) kelas menengah lama; (c) kelas ataslama. Kelas bawah lama
terutama terdiri dari keturunan para migran Gorontalo yang mayoritasnya
bermukim di Kelurahan-Kelurahan Lawanga, Bonesompe, dan Kayamanya. Profesi
mereka kebanyakan adalah nelayan dan buruh pelabuhan, yang mengalami
marjinalisasi karena pergantian kekuasaan politik nasional tahun
1965-1966 dan agak lama kemudian, pembangunan Jalan Trans-Sulawesi. Kelas
menengah lama terutama terdiri dari komunitas-komunitas asli Poso,
Mori, dan Minahasa, yang kebanyakan terdiri dari para birokrat yang masih tetap
juga berkebun di tanah-tanah mereka di seputar pemukiman mereka. Sedangkan
kelas atas lama terdiri dari kaum usahawan berdarah Arab dan
Tionghoa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar